Bab: Perbuatan Bid'ah Tertolak
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه
البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Ummul mukminin, ummu Abdillah, Aisyah رضي
الله عنها
berkata bahwa Rasulullah bersabda:"Barangsiapa yang mengada-adakan
sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia
tertolak".
HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : "Barangsiapa
melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia
tertolak"
Nomor: 5
Sumber: http://assunnah.mine.nu
Penjelasan:
Kata "Raddun" menurut ahli bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah.
Kalimat "bukan dari urusan kami" maksudnya bukan dari hukum kami.
Hadits
ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang
merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada
Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid'ah
dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian
ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa
setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.
Pada
riwayat imam muslim diatas disebutkan, "barangsiapa melakukan suatu
amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak" dengan jelas
menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid'ah, baik ia
ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian
orang yang ingkar (ahli bid'ah) menjadikan hadits ini sebagai alas
an bila ia melakukan suatu perbuatan bid'ah, dia mengatakan : "Bukan
saya yang menciptakannya" maka pendapat tersebut terbantah oleh
hadits diatas.
Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan
digunakan sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar karena isinya
mencakup semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama
sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam
larangan ini, seperti menulis Al-Qur'an dalam Mushaf dan pembukuan
pendapat para ahli fiqih yang bertaraf mujtahid yang menerangkan
permasalahan-permasalahan furu' dari pokoknya, yaitu sabda
Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung,
faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda
Rasulullah dan perintahnya. Kesemua usaha ini tidak termasuk dalam
ancaman hadits diatas.Wallahua'lam
Riyadhus Shalihin
-Imam An-Nawawi-
Bab 18: Larangan Terhadap Kebid'ahan-kebid'ahan Dan
Perkara-perkara Yang Diada-adakan
Dari Aisyah رضي الله عنها,
katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda:
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perkara - agama -kita ini
akan sesuatu yang semestinya tidak termasuk dalam agama itu, maka
hal itu wajib ditolak."(Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa yang mengamalkan sesuatu amalan yang atasnya itu tidak ada perintah kami - maksudnya perintah agama, maka amalan itu wajib ditolak."
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa yang mengamalkan sesuatu amalan yang atasnya itu tidak ada perintah kami - maksudnya perintah agama, maka amalan itu wajib ditolak."
Nomor: 169
Sumber: riyadhus-shalihin
Sumber: riyadhus-shalihin
Penjelasan:
Wajib ditolak, artinya samasekali tidak boleh diterima, karena
merupakan hal yang bathil, sebab memang tidak termasuk urusan
agama, tetapi diada-adakan sendiri oleh manusia.
Hadis ini menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak diberi keterangan oleh Allah dan RasulNya, lalu diada-adakan itu wajib tidak kita terima atau wajib kita tolak mentah-mentah. Ini apabila bersangkutan dalam soal peribadatan. Kalau dalam urusan keduniaan, maka Nabi صلی الله عليه وسلم sendiri telah memberi kebebasan untuk mengikhtiarkan mana yang terbaik dalam anggapan kita, asalkan tidak melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم telah bersabda:
"Engkau sekalian adalah lebih mengerti tentang urusan duniamu."
Hadis ini menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak diberi keterangan oleh Allah dan RasulNya, lalu diada-adakan itu wajib tidak kita terima atau wajib kita tolak mentah-mentah. Ini apabila bersangkutan dalam soal peribadatan. Kalau dalam urusan keduniaan, maka Nabi صلی الله عليه وسلم sendiri telah memberi kebebasan untuk mengikhtiarkan mana yang terbaik dalam anggapan kita, asalkan tidak melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم telah bersabda:
"Engkau sekalian adalah lebih mengerti tentang urusan duniamu."
Riyadhus Shalihin
-Imam An-Nawawi-
Bab 18: Larangan Terhadap Kebid'ahan-kebid'ahan Dan
Perkara-perkara Yang Diada-adakan
Dari Jabir رضي الله عنه,
katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم
itu apabila berkhutbah maka merah padamlah kedua matanya, keras
suaranya, sangat marahnya, sehingga seolah-olah beliau itu seorang
komandan tentara yang menakut-nakuti, sabdanya: "Pagi-pagi ini musuh
akan menyerang engkau semua," atau "sore ini musuh akan menyerang
engkau semua." Beliau bersabda pula: "Saya diutus sedang jarak
terutusku dengan tibanya hari kiamat itu bagaikan dua jari ini."
Beliau merapatkan antara jari telunjuk dan jari tengah. Beliau
bersabda pula: "Amma ba'd. Maka sesungguhnya sebaik-baik uraian
adalah Kitabullah - al-Quran - dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad صلی الله عليه وسلم,
sedang seburuk-buruk perkara - agama - ialah hal-hal yang
diada-adakan sendiri dan semua kebid'ahan itu adalah sesat."
Selanjutnya beliau صلی الله عليه وسلم
bersabda: "Saya adalah lebih berhak terhadap setiap orang mu'min
daripada dirinya sendiri. Barangsiapa meninggalkan harta, maka itu
adalah hak dari keluarganya, tetapi barangsiapa yang meninggalkan
hutang atau tanggungan - keluarga dan anak-anak yang ditinggalkan,
maka itu adalah kepadaku atau menjadi tanggunganku." (Riwayat Muslim)
Nomor: 170
Sumber: riyadhus-shalihin
Sumber: riyadhus-shalihin
Sumber : http://salafidb.googlepages.com
Categories:
Perbuatan bid'ah tertolak