Pada beberapa riwayat disebutkan :
“Tidak halal darah
seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah
secara benar kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah, kecuali
karena salah satu dari tiga hal”.
Kalimat “telah bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan sesungguhnya aku
adalah rasul Allah” merupakan penjelasan dari kata “muslim”. Kalimat “yang
merusak jama’ah” adalah penjelasan dari kata “yang meninggalkan
agamanya”.
Ketiga golongan ini darahnya dihalalkan berdasarkan nash. Yang
dimaksud dengan “jama’ah” adalah kaum muslim dan yang dimaksud dengan “merusak
jama’ah” adalah keluar dari agama. Inilah yang menyebabkan darahnya
dihalalkan.
Kalimat “yang meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah”
adalah kalimat umum yang mencakup setiap orang yang keluar dari agama Islam
dalam bentuk apapun, maka ia wajib dibunuh kalau tidak mau kembali kepada
Islam.
Para ulama berkata : “Kalimat tersebut juga mencakup setiap orang
yang menyimpang dari kaum muslim dengan berbuat bid’ah, merusak, atau lainnya”.
Wallahu a‘lam.
Secara tersurat, kalimat yang umum tersebut dikhususkan
kepada orang yang melakukan penyerangan atau semacamnya terhadap kaum muslim,
maka untuk mengatasi gangguannya itu dia boleh dibunuh, karena perbuatan semacam
itu termasuk kategori merusak kaum muslim. Juga yang dimaksud oleh Hadits di
atas ialah seorang muslim tidak boleh dengan sengaja dibunuh terkecuali karena
dia melakukan salah satu dari tiga hal di atas.
Sebagian ulama menjadikan
Hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang meninggalkan shalat boleh dibunuh,
karena perbuatannya itu termasuk salah satu dari tiga perbuatan di atas. Dalam
masalah ini para ulama berbeda pendapat, sebagian menyatakannya kafir dan
sebagian lagi menyatakan tidak kafir. Pendapat yang menyatakan kafir berdalil
dengan Hadits lain yaitu sabda Rasululah Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan
kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah, mereka melakukan shalat
dan mengeluarkan zakat”.
Maksud dari dalil ini ialah bahwa perlindungan
itu diberikan kepada orang yang mengucapakan syahadat, melaksanakan shalat dan
mengeluarkan zakat secara utuh dan meninggalkan salah satunya berarti
membatalkannya. Pemahaman seperti ini berlaku jika dalil diatas di pegang secara
harfiah, yaitu kalimat “aku diperintah untuk memerangi manusia….” Dipahami bahwa
perintah memerangi ini berlaku bagi semua yang melanggar apa yang disebutkan.
Pemahaman seperti ini dianggap lemah Karena tidak membedakan antara memerangi
dan membunuh, sedangkan memerangi berarti tindakan dua pihak yang saling
membunuh. Kewajiban memerangi orang yang meninggalkan shalat tidak dengan
sendirinya menyatakan kewajiban membunuh selama orang itu tidak memerangi kita.
Wallaahu a’lam.
Kalimat “orang yang telah kawin berzina” mencakup
laki-laki dan perempuan. Hadits ini menjadi dasar kesepakatan kaum muslim bahwa
orang yang berzina semacam itu dirajam dengan syarat-syarat yang dijelaskan
dalam kitab fiqih.
Kalimat “jiwa dengan jiwa” sejalan dengan firman
Allah: “Dan Kami telah tetapkan mereka di dalam Taurat bahwa jiwa dengan jiwa”.
(QS. Al Maidah : 45)
Yaitu berlaku sepadan antara orang-orang yang
sama-sama Islam atau sama-sama merdeka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Seorang muslim tidak dibunuh karena membunuh
seorang kafir”.
Begitu juga syarat merdeka, berlaku sebagaimana pendapat
Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Akan tetapi, para pengikut ahli ra’yu
(Imam Abu Hanifah) berpendapat seorang muslim dihukum bunuh karena membunuh
kafir dzimmi dan orang merdeka dibunuh karena membunuh budak, dan mereka
berdalil dengan Hadits ini juga. Akan tetapi kebanyakan ulama berbeda dengan
pendapat tersebut.
|