Kalimat “sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas
diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram”, sebagian ulama mengatakan
maksudnya ialah Allah tidak patut dan tidak akan berbuat zhalim seperti tersebut
pada firman-Nya :
“ Tidak patut bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil anak
”. (QS. 19 : 92)
Jadi, zhalim bagi Allah adalah sesuatu yang mustahil.
Sebagian lain berpendapat , maksudnya ialah seseorang tidak boleh meminta kepada
Allah untuk menghukum musuhnya atas namanya kecuali dalam hal yang benar,
seperti tersebut dalam firman-Nya dalam Hadits di atas : “Sungguh Aku
mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim”. Jadi, Allah tidak akan berbuat
zhalim kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bagaimana orang bisa mempunyai
anggapan bahwa Allah berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya untuk kepentingan
tertentu?
Begitu pula kalimat “janganlah kamu saling menzhalimi”
maksudnya bahwa janganlah orang yang dizhalimi membalas orang yang
menzhaliminya.
Dan kalimat “Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali
orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk
kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, mengingat betapa kita ini lemah dan fakir
untuk memenuhi kepentingan kita dan untuk melenyapkan gangguan-gangguan terhadap
diri kita kecuali dengan pertolongan Allah semata. Makna ini berpangkal pada
pengertian kalimat : “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”.
(QS. 18 : 39)
Hendaklah orang menyadari bila ia melihat adanya nikmat
pada dirinya, maka semua itu dari Allah dan Allah lah yang memberikan kepadanya.
Hendaklah ia juga bersyukur kepada Allah, dan setiap kali nikmat itu bertambah,
hendaklah ia bertambah juga dalam memuji dan bersyukur kepada Allah.
Kalimat “maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku
memberinya” yaitu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk
kepadamu. Kalimat ini hendaknya membuat hamba menyadari bahwa seharusnyalah ia
meminta hidayah kepada Tuhannya, sehingga Dia memberinya hidayah. Sekiranya dia
diberi hidayah sebelum meminta, barangkali dia akan berkata : “Semua yang aku
dapat ini adalah karena pengetahuan yang aku miliki”.
Begitu pula kalimat
“kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka
hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, maksudnya ialah
Allah menciptakan semua makhluk-Nya berkebutuhan kepada makanan, setiap orang
yang makan niscaya akan lapar kembali sampai Allah memberinya makan dengan
mendatangkan rezeki kepadanya, menyiapkan alat-alat yang diperlukannya untuk
dapat makan. Oleh karena itu, orang yang kaya jangan beranggapan bahwa rezeki
yang ada di tangannya dan makanan yang disuapkan ke mulutnya diberikan kepadanya
oleh selain Allah. Hadits ini juga mengandung adab kesopanan berperilaku kepada
orang fakir. Seolah-olah Allah berfirman : “Janganlah kamu meminta makanan
kepada selain Aku, karena orang-orang yang kamu mintai itu mendapatkan makanan
dari Aku. Oleh karena itu, hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, niscaya Aku
akan memberikannya kepada kamu”. Begitu juga dengan kalimat
selanjutnya.
Kalimat “sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu
siang dan malam”. Kalimat semacam ini merupakan nada celaan yang seharusnya
setiap mukmin malu terhadap celaan ini. Demikian pula bahwa sesungguhnya Allah
menciptakan malam sebagai waktu untuk berbuat ketaatan dan menyiapkan diri
berbuat ikhlas, karena pada malam hari itulah pada umumnya orang beramal jauh
dari sifat riya’ dan nifaq. Oleh karena itu, tidaklah seorang mukmin merasa malu
bila tidak menggunakan waktu malam hari untuk beramal karena pada waktu tersebut
umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Tidaklah pula seorang
mukmin merasa malu bila tidak menggunakan malam dan siang untuk beramal karena
kedua waktu itu diciptakan menjadi saksi bagi manusia sehingga setiap orang yang
berakal sepatutnya taat kepada Allah dan tidak tolong-menolong dalam perbuatan
menyalahi perintah Allah.
Bagaimana seorang mukmin patut berbuat dosa
terang-terangan atau tersembunyi padahal Allah telah menyatakan “Aku mengampuni
semua dosa”. Disebutkannya dengan kata “semua dosa” adalah karena hal itu
dinyatakan sebelum adanya perintah kepada kita untuk memohon ampun, agar tidak
seorang pun merasa putus asa dan pengampunan Allah karena dosa yang dilakukannya
sudah banyak.
Kalimat “kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir
diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang
paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun”
menunjukkan bahwa ketaqwaan seseorang kepada Allah itu adalah rahmat bagi
mereka. Hal itu tidak menambah kekuasaan Allah sedikit pun.
Kalimat
“jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan
jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh
permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali
sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut”, berisikan peringatan kepada
segenap makhluk agar mereka banyak-banyak meminta dan tidak seorang pun
membatasi dirinya dalam meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam
meminta karena milik Allah tidak akan berkurang sedikit pun, perbendaharaan-Nya
tidak akan habis, sehingga tidak ada seorang pun patut beranggapan bahwa apa
yang ada di sisi Allah menjadi berkurang karena diberikan kepada hamba-Nya,
sebagaimana disabdakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada Hadits
lain : “Tangan Allah itu penuh, tidak menjadi berkurang perbendaraan yang
dikeluarkan sepanjang malam dan siang. Tidakkah engkau pikirkan apa yang telah
Allah belanjakan sejak mula mencipta langit dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak
pernah kehabisan apa yang ada di tangan kanannya”.
Rahasia dari perkataan
ini ialah bahwa kekuasaan-Nya mampu mencipta selama-lamanya, sama sekali Dia
tidak patut disentuh oleh kelemahan dan kekurangan. Segala kemungkinan
senantiasa tidak terbatas atau terhenti. Kalimat “kecuali sebagaimana sebatang
jarum yang dimasukkan ke laut” ini adalah kalimat perumpamaan untuk memudahkan
memahami persoalan tersebut dengan cara mengemukakan hal yang dapat kita
saksikan dengan nyata. Maksudnya ialah kekayaan yang ada di tangan Allah itu
sedikit pun tidak akan berkurang.
Kalimat “sesungguhnya itu semua adalah
amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka
barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah”
maksudnya janganlah orang beranggapan bahwa ketaatan dan ibadahnya merupakan
hasil usahanya sendiri, tetapi hendaklah ia menyadari bahwa hal ini merupakan
pertolongan dari Allah dan karena itu hendaklah ia bersyukur kepada Allah.
Kalimat “dan barang siapa mendapatkan selain dari itu”. Di sini tidak
digunakan kalimat “mendapati kejahatan (keburukan)”, maksudnya barang siapa yang
menemukan sesuatu yang tidak baik, maka hendaklah ia mencela dirinya sendiri.
Penggunaan kata penegasan dengan “janganlah sekali-kali” merupakan
peringatan agar jangan sampai terlintas di dalam hati orang yang mendapati
sesuatu yang tidak baik ada keinginan menyalahkan orang lain, tetapi hendaklah
ia menyalahkan dirinya sendiri.
Wallaahu a’lam.
|