Al-Wasailu Al-Mufidah Lil
Hayatis Sa'idah
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa'diy
BIOGRAFI PENULIS
Kelahiran dan
Pendidikannya.
Penulis buku ini adalah seorang ulama terkemuka;
Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah As-Sa’diy. Kelahiran kota Unaizah, Qasim,
wilayah Najd, Kerajaan Saudi Arabia. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia
saat usianya masih kecil, akan tetapi beliau memiliki kecerdasan yang luar
biasa ditambah keinginannya yang sangat besar untuk menuntut ilmu. Mulai
menghafal Al-Quran pada usia dini hingga diselesaikan dengan baik dan sempurna
pada usia dua belas tahun, kemudian setelah itu dia mulai menuntut ilmu dan
berguru kepada sejumlah ulama yang datang ke negerinya. Beliau benar-benar berjuang
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin.
Pada usia dua puluh tiga tahun, beliau mulai
menggabungkan antara menuntut ilmu dan mengajar, mengambil manfaat dan memberi
manfaat, begitulah seterusnya beliau habiskan waktu dan seluruh kehidupannya.
Banyak sekali orang yang menimba ilmu dan mengambil manfaat darinya.
Gurunya.
Diantara guru-gurunya adalah :
1. Syekh Ibrahim bin Hamad bin Jasir, kepadanyalah beliau
pertama kali membaca kitab.
2. Syekh Saleh bin Utsman, Qadhi Unaizah. Darinya beliau
mengambil Ushulul Fiqh, Fiqh, Tauhid, Tafsir dan bahasa Arab hingga wafatnya.
Syekh Shaleh adalah seorang ulama yang sangat menguasai fiqh dan ushulnya,
memiliki pemahaman yang sempurna tentang tauhid. Hal itu dikarenakan beliau
berkonsentrasi pada kitab-kitab mu’tabarah (terpercaya) dan memberikan
perhatian khusus pada karangan-karangan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayim. Beliau
juga memberikan perhatian yang tinggi terhadap tafsir dan cabang-cabang
ilmunya. Syekh As-Sa’dy mengaji kepadanya hingga menguasai ilmunya dan jadilah
beliau perpanjangan tangan dari syekhnya tersebut.
Karangannya.
Diantara karangan-karangannya berupa kitab
tafsir adalah :
1. Taisirul Karimil Mannan fi Tafsir Kalamil Rahman (Kemudahan
dari Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi dalam Tafsir Kalam Ilahi), terdiri dari
delapan juz.
2. Taisirul Lathiifil Mannan fi Khulasati Tafsiril Quran
(Kemudahan dari Yang Maha Halus dalam ringkasan tafsir Al-Quran).
3. Qowa’idul Hassaan li Tafsiril Quran (Kaidah-kaidah
yang bagus dalam tafsir Al-Quran).
Karangan-karangan lain selain
itu dan dianjurkan untuk dibaca adalah :
4. Al-Irsyad ilaa Ma’rifatil Ahkam (Petunjuk
untuk memaha-mi hukum-hukum).
5. Ar-Riyadh an-Nadhirah (Taman-taman yang bercahaya)
6. Bahjatu Qulubil Abrar (Kegembiraan hati orang-orang
yang bertaqwa)
7. Manhajus Salikin wa Taudhihul Fiqh Fid Diin
(Pedoman orang yang beribadah dan pejelasan fiqh dalam agama)
8. Hukmu Syurb Ad-Dukhan wa Bai’uhu wa Syiro’uhu (Hukum
menghisap rokok, menjual dan membelinya).
9. Al-Fatawa As-Sa’diyah (Fatwa-fatwa Syekh Sa’dy).
10. Beliau juga memiliki tiga kumpulan khutbah-khutbah yang
bermanfaat.
11. Al-Haqqul Wadhih Al-Mubin bi Syarhi
Tauhidil Anbiyaa wal Mursalin (Kebenaran yang jelas dan nyata dalam
penjelasan tentang tauhid para nabi dan rasul).
12. Taudhihul Kaifiyah As-Syafiah (Penjelas yang cukup dan
memuaskan).
Masih banyak lagi karangan beliau dalam bidang
fiqh, tauhid, hadits, Ushul, kajian-kajian sosial dan fatwa-fatwa tentang
berbagai hal.
Wafatnya:
Beliau mengalami sakit keras dengan tiba-tiba yang
mengisyaratkan akan dekatnya kematiannya. Maka pada malam Kamis tanggal 23
Jumadil Tsaniah tahun 1376 H, beliau berpulang ke rahmatullah di kota Unaizah,
meninggalkan kesedihan yang mendalam dalam jiwa orang-orang yang mengenalnya
atau mendengar tentangnya atau yang berguru kepadanya. Semoga Allah
merahmatinya dengan rahmat yang luas dan menjadikan ilmunya dan
karangan-karangannya bermanfaat bagi kita. Amiin.
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang hanya milikNya puji-pujian seluruhnya. Aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan Yang Haq untuk disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu
bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhamamad adalah hamba dan RasulNya. Semoga
Allah senantiasa melimpahkan shalawat dan salamNya kepada beliau, keluarga dan
para sahabat beliau.
Ketentraman dan ketenangan hati serta hilangnya keresahan dan kesedihan adalah
tujuan setiap manusia. Dengan itu kehidupan bahagia menjadi realita dan
kesenangan serta kegembiraan yang sebenarnya pun terwujud.
Hal ini tergapai lantaran tiga sarana.
[a] Sarana melalui pembenahan dan kehidupan religi.
[b] Sarana yang bersifat alami, dan
[c] Sarana praktis yang dijalani dengan kesungguhan.
Ketiga sarana ini hanyalah mungkin dimiliki para mu’min. Sedangkan selain
mereka, kalaupun tergapai oleh mereka satu sisi kebahagian dan karena suatu
sarana yang diupayakan keras oleh orang-orang bijak dikalangan mereka, tidaklah
dapat tergapai oleh mereka sisi-sisi lain yang lebih tinggi manfaatnya, lebih
mantap dan lebih bagus nilainya, baik yang dirasakan secara langsung di dunia
ataupun kelak di Hari Kemudian.
Melalui buku kecil ini, Penulis akan memaparkan, sebatas ingatan penulis,
beberapa sarana untuk mengayuh tujuan luhur ini, yang setiap orang berupaya
untuk meraihnya.
Sebagai manusia ada yang beruntung meraih banyak dari sarana-sarana itu. Dengan
itu ia hidup dan menjalani kehidupan dengan bahagia. Sebagian yang lain gagal
meraih apapun. Karenanya, ia hidup dan menjalani kehidupan dengan sengsara.
Sedang sebagian yang lain lagi tidak begini dan tidak begitu. Mereka hanya
meraih sebatas yang dapat mereka raih.
Hanya Allah jua Pengarunia taufiq. KepadaNya kita memohon pertolongan dalam
meraih segala kebaikan dan menangkis semua keburukan.
[Disalin dari kitab Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa'idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penulis Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir
As-Sa'di, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma'ruf, Diterbitkan Kantor
Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
BERIMAN DAN BERAMAL SHALIH DENGAN SEBENARNYA
Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]
Sarana yang paling agung yang merupakan sarana pokok dan dasar bagi tergapainya
hidup bahagia ialah : beriman dan beramal shalih. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
"Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih[1], baik laki-laki
maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami karuniakan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka lakukan."
[An-Nahl: 97]
Kepada orang yang memadukan antara iman dan amal shalih, Allah Ta’ala
memberitahukan dan menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang baik
di dunia dan akhirat.
Sebabnya jelas. Karena, orang-orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang
benar lagi membuahkan amal shalih yang mampu memperbaiki hati, akhlak, urusan
duniawi dan ukhrawi, mereka memiliki prinsip-prinsip mendasar dalam menyambut
datangnya kesenangan dan kegembiraan, ataupun datangnya keguncangan, kegundahan
dan kesedihan.
Mereka menyambut segala hal yang menyenangkan dan menggembirakan dengan
menerima, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk seeuatu yang bermanfaat.
Jika mereka menggunakannya demikian, maka niscaya hal itu akan melahirkan
nilai-nilai agung di balik kegembiraan karenanya, pendambaan kelanggengan dan
keberkahannya, dan keberharapan pahala seperti pahala yang diperoleh para hamba
yang bersyukur. Nilai-nilai itu, dengan setumpuk buah dan keberkahannya, justru
mengungguli wujud kegembiraan-kegembiraan itu, yang itupun bagian dari buahnya.
Mereka hadapi cobaan, mara bahaya, kegundahan dan kesedihan dengan melawan apa
yang mungkin dilawannya, menepis sedikit apa yang mungkin ditepis, dan bersabar
terhadap apa yang harus terjadi tidak boleh tidak. Dengan demikian, dibalik
cobaan cobaan itu lahirlah nilai-nilai agung berupa sikap melawan yang penuh
arti, pengalaman dan kekuatan serta kesabaran dan ketulusan untuk hanya
berharap pahala Ilahi. Dengan meletakkannya nilai-nilai agung itu di hati,
kecillah di mata mereka aneka cobaan berat. Sedangkan yang bersemayam di hati
justeru kesenangan, cita-cita mulia dan dambaan untuk menggapai karunia dan
pahala dari Allah.
Dalam hadits shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan
ini, beliau bersabda.
“Artinya : Sungguh mengagumkan perihal mu’min. Semua hal yang dialaminya adalah
baik. Jika ia mendapat hal yang menyenangkan, ia bersyukur. Maka hal itu
menjadi suatu kebaikan baginya. Jika ia tertimpa hal yang menyakitkan, ia
bersabar. Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Sifat itu tidak dimiliki
siapapun kecuali oleh seorang mu’min” [Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Fathur Rabbani
Lil Tartibi Musnadil Imam Ahmadabni Hanbal AS-Syaibani, Kitab Al-Qadar. Muslim,
Shahih Muslim, Kitan Az-Zuhud Wa Ar-Raqaiq]
Rasulullah menerangkan bahwa keberuntungan, nilai kebaikan dan buah prilaku
mu’min berlipat ganda pada saat mengalami kesenangan ataupun cobaan. Oleh sebab
itu, bisa jadi anda jumpai dua orang yang sama-sama mengalami ujian berupa
keberuntungan dan bencana. Namun, antara satu dan yang lain berbeda jauh dalam
menghadapi ujian itu, sesuai dengan kadar iman dan amal shalih yang ada pada
diri masing-masing.
Orang yang beriman dan melakukan amal shalih menghadapi keberuntungan dengan
rasa syukur dan sikap prilaku yang membuktikan kesungguhan syukur itu, dan
menghadapi bencana dengan bersabar dan bersikap prilaku yang membuktikan
kesungguhan kesabaran itu. Dengan demikian, hal itu dapat membuahkan di hatinya
kesenangan kegembiraan dan hilangnya kegundahan, kesedihan, kegelisahan,
kesempitan dada dan kesengsaraan hidup. Selanjutnya, kehidupan bahagia akan
benar-benar menjadi realita baginya di dunia ini.
Sedangkan yang lain menghadapi kesenangan hidup dengan kcongkakan, kesombongan
dan sikap melampui batas. Lalu, melencenglah moralnya. Ia menyambut kesenangan
hidup seperti halnya binatang yang menyambut kesenangan dengan serakah dan
rakus. Seiring itu, hatinya tidak tenteram. Bahkan, hatinya bercerai berai oleh
berbagai hal. Hatinya bercerai-berai oleh kekhawatirannya terhadap sirnanya
segala kesenangan dan banyaknya benturan-benturan yang pada umumnya, muncul
sebagai dampaknya. Harinya bercerai berai tak menentu, karena memang hasrat
jiwa tidak mau berhenti pada suatu batas. Bahkan, terus gandrung kepada
keinginan-keinginan lain, yang kadangkala dapat terwujud dan kadangkala tidak
dapat terwujud.
Andaikan di bayangkan dapat terwujud, ia pun tetap gelisah oleh hal-hal tadi.
Ia pun menyambut cobaan yang sulit dengan rasa gelisah, keluh kesah, khawatir
dan gusar. Tidak usah anda bertanya tentang dampak buruk dari itu semua, yang
berupa kesengsaraan hidup, teridapnya penyakit jiwa maupun syaraf dan rasa
kekhawatiran bercampur ketakutan yang bisa jadi, pada gilirannya akan menyeret
ke kondisi yang paling buruk dan malapetaka yang paling mengerikan. Karena ia
tidak mempunyai harapan pada pahala Ilahi dan tidak memiliki kesabaran yang
mampu melipur hatinya dan meringankan beban yang dirasakannya.
[Disalin dari kitab Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa'idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penulis Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir
As-Sa'di, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma'ruf, Diterbitkan Kantor Atase
Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
_________
Foote Note
[1] Ibnu Katsir, dalam Tafsiru l Qur'an-l Azhim, mengatakan : man 'amila
shalihan, wa huwa al-amalu-l-mutabi; li Kitabillahi Ta'ala wa sunnati Nabiyyihi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maksudnya, yaitu amal (perbuatan) yang mengikuti
kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
[2] Yaitu keberuntungan dengan memperoleh pahalaNya dan keselamatan dari
siksaNya (Taisiru-l-Mannan).
BERIMAN DAN BERAMAL SHALIH DENGAN SEBENARNYA
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]
Semua itu dapat dilihat melalui pengalaman.
Satu Gambaran.
Jika anda mengamati dan menilai keadaan orang pada umumnya dengan barometer
iman dan amal shaleh, maka anda akan melihat perbedaan jauh antara orang mu’min
yang berbuat sesuai tuntunan imannya dan yang tidak demikian. Hal itu karena
Islam sangat menganjurkan qana’ah (menerima dengan penuh kerelaan) terhadap
rezki dari Allah dan terhadap ragam karunia dan kemurahanNya yang diberikanNya
kepada para hambaNya.
Orang mu’min jika diuji dengan datangnya penyakit atau kefakiran atau
semacamnya –yang setiap orang bisa menjadi sasaran cobaan itu-, maka dengan
iman dan jiwa qana’ah serta ridha terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya,
anda dapati ia berhati sejuk dan bermata ceria, tidak menuntut sesuatu yang
tidak ditakdirkan untuknya. Di segi materi, ia memandang kepada yang lebih
rendah, tidak memandang kepada yang lebih atas. Bisa jadi, kegembiraan,
kesenangan dan ketentraman batinnya melebihi orang yang meraih semua keinginan
duniawi, jika orang itu tidak dikarunianya jiwa qanaah.
Kemudian, anda dapati orang yang tidak berbuat sesuai dengan tuntunan iman, jik
ia diuji dengan sedikit kefakiran saja, atau tidak diperolehnya
keinginan-keinginan duniawinya, maka anda dapati ia sangat hancur dan sengsara.
Gambaran Lain.
Jika terjadi pada seseorang hal-hal yang menakutkan dan ia tertimpa malapetaka
dan bencana, maka orang yang benar imannya akan anda dapati ia berhati teguh,
berjiwa tenteram lagi tegar menangani dan menyetir sesuatu yang menimpanya
dengan pikiran, ucapan dan tindakan yang dimampuinya. Ia kukuhkan jiwanya untuk
menghadapi bencana yang menimpa itu. Sikap semacam ini adalah sikap yang
menentramkan dan mengukukuhkan hati seseorang.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki iman, jika terjadi peristiwa-peristiwa
yang menakutkan, anda dapati ia guncang hatinya dalam menghadapinya,
syaraf-syaraf tegang, dan pikirannya tercerai-berai. Rasa kekhawatiran dan
ketakutan merasuk jiwanya. Rasa ketakutan dari ancaman luar dan seribu gejolak
di dalam telah tertumpuk menyatu dalam dirinya, yang tidak mungkin digambarkan.
Manusia semacam ini, jika tidak memiliki beberapa sarana terapi alami yang hal
itu membutuhkan latihan banyak, maka ketahanan dirinya akan luluh dan syaraf-syarafnya
pun akan tegang. Itu semua karena ia tidak memiliki iman yang dapat membawanya
untuk bersabar, terutama dalam situasi sulit dan kondisi yang menyedihkan lagi
mengguncang.
Orang baik dan orang jahat, orang mu’min dan orang kafir adalah sama di sisi
keberanian yang diperoleh melalui upaya atau latihan dan sisi naluri (insting)
yang berfungsi melipur dan menurunkan volume rasa takut. Akan tetapi, orang
mu’min, dengan kekuatan imannya, kesabarannya, kepasrahan dan kebersandarannya
kepada Allah serta keberharapannya pada pahalaNya, ia unggul dengan memiliki
nilai-nilai lebih yang meningkatkan keberaniannya, meringankan tekanan rasa
takutnya dan membuatnya memandang kecil segala kesulitan yang dihadapinya.
Allah berfirman.
“Artinya : Jika kamu menderita kesakitan, sesungguhnya merekapun menderita
kesakitan (pula) sebagaimana apa yang kamu derita. Sedangkan kamu mengharap
dari Allah apa yang tidak mereka harapkan” [2] [An-Nisaa : 104]
Para mum’min danugrahi ma’unah (pertolongan), ma’iyyah (rasa Kebersamaan) dan
madad (bantuan) Allah yang khusus, yang dapat menyirnakan segala ketakutan.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama [3] orang-orang yang
bersabar” [Al-Anfal : 46]
[Disalin dari kitab Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa'idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penulis Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir
As-Sa'di, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma'ruf, Diterbitkan Kantor
Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
_________
Foote Note
[3] Yakni : dengan mengaruniakan pertolongan, kemenangan dan dukunganNya
(Taisiru-l-Mannan)
BERPRILAKU BAIK MELALUI UCAPAN, PERBUATAN,
DAN SEGALA BENTUK AL-MA’RUF
Diantara sarana untuk menghilangkan kegundahan, kesedihan dan kegelisahan
adalah : Berprilaku baik kepada orang lain melalui ucapan, perbuatan dan segala
bentuk al-ma’ruf (kebajikan). Semua itu adalah kebaikan untuk diri dan tindak
kebajikan untuk orang lain. Lantaran kebajikan itu dan sesuai dengan kadar
kebajikan itu jua, Allah menangkis segala kegundahan dan kesedihan, baik untuk
orang yang berprilaku baik atau untuk orang yang jahat. Hanya saja, yang
diperoleh orang mu’min lebih sempurna. Ia unggul karena kebaikannya timbul dari
keikhlasan dan keberharapan hanya pada pahala Allah. Karena ia mengharapkan
yang baik, maka Allah memudahkan baginya berprilaku baik. Dan, karena ikhlas
dan hanya mengaharap pahala dari Allah, maka Allah menangkis untuknya segala
cobaan berat. Allah berfirman.
“Artinya : Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan-pembicaraan antara
mereka, kecuali pembicaraan orang yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau
melakukan kebajikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak
Kami mengaruniakan kepadanya pahala yang besar” [An-Nisaa : 114]
Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa itu semua adalah suatu kebaikan
yang timbul dari pelakunya. Sedangkan suatu kebaikan akan menghasilkan kebaikan
dan menangkis keburukan. Dan bahwasanya orang mu’min yang hanya berharap pahala
Allah akan dianugrahi olehNya pahala yang agung. Termasuk pahala agung itu
adalah hilangnya kegundahan, kesedihan, keruwetan hati dan semacamnya.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 11-22, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabai
Jakarta]
BERSIKAP ADIL DAN BIJAKSANA DALAM BERGAUL
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Janganlah seorang mu’min lelaki membenci seorang wanita mu’minah.
Karena, kalaupun ia tidak menyenangi suatu karakter yang ada padanya, tentu ia
menyenangi karakter lain yang ada padanya” [1]
Hadits ini mengandung dua hikmah yang agung.
Pertama.
Arahan untuk bergaul dengan isteri, kerabat dekat, teman, orang yang bekerja
sama dengan anda, dan semua yang ada keterkaitan dan hubungan antara anda dan
dia. Yaitu, seyogianya anda tata batin anda dalam bergaul dengannya, bahwa pasti
ia mempunyai cela atau kekurangan atau hal lain yang tidak anda sukai. Jika
anda dapati hal yang demikian, bandingkanlah itu dengan kuatnya pertalian dan
kesinambungan cinta antara anda dan dia yang wajib atau seyogianya anda bina,
dengan mengingat sisi-sisi kebaikan, maksud-maksud baik yang bersifat umum atau
khusus yang ada pada dirinya. Dengan menutup mata dari sisi-sisi keburukkan dan
memandang sisi kebaikan, persahabatan dan tali hubungan akan langgeng dan
ketenteraman batin akan terwujud bagi anda.
Kedua.
Yaitu hilangnya kegelisahan maupun keguncangan,langgengnya ketulusan cinta,
keberlanjutan menunaikan tuntunan bergaul yang bersifat wajib maupun sunnah,
dan terwujudnya ketentraman batin antara kedua belah pihak.
Baransiapa yang tidak mengambil pelajaran dari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ini, tetapi bahkan ia melakukan sebaliknya, yaitu dengan
memperhatikan sisi-sisi keburukan dan membutakan mata dari melihat sisi-sisi
kebaikan, maka pasti ia akan guncang dan gelisah, dan pasti tidaklah mulus
cinta yang ada antara dia dan orang yang sudah terjalin hubungan dengannya.
Disamping itu, sejumlah hak maupun kewajiban yang harus dipelihara oleh
masing-masing dari keduanyapun akan putus.
Banyak tokoh atau pahlawan yang mampu menguatkan hatinya untuk sabar dan tenang
saat terjadinya bencana atau malapetaka besar. Namun, di saat menghadapi
perkara-perkara remeh dan sederhana, maka justeru guncang, dan kepolosan
hatinya tidak jernih lagi. Sebabnya adalah karena mereka dapat menguatkan hati
dalam menghadapi perkara-perkara besar,namun saat menghadapi perkara-perkara
kecil, justeru mereka biarkan diri mereka tanpa kontrol, sehingga membahayakan
mereka dan berefek buruk pada ketenangan mereka.
Orang yang berkepribadian kokoh mampu menguatkan hatinya untuk menghadapi
perkara kecil maupun besar. Ia memohon pertolongan Allah untuk menghadapinya
dan memohon agar Allah tidak menitipkan dirinya kepada dirinya walau sekejap
mata. Maka, di saat itulah perkara kecil menjadi mudah baginya, sebagaimana
perkara besar pun menjadi mudah. Dan, ia tetap berjiwa tenteram dan berhati
tenang dan nyaman.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Muslim, Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim,
Kitab Ar-Radha bab Al-Washiyyah bin Nisa'
MERAIH DAN MELAKUKAN AL-FADHA’IL
(TINDAK-TINDAK UTAMA)
Di antara sarana yang dapat membawa ketentraman adalah meraih dan melakukan
al-fadha’il (tindak-tindak utama berupa apapun). Lakukan itu seirama dorongan
batin, tanpa mengada-ada yang justeru membuat anda mengeluh dan turun tangga,
gagal meraih keutamaan itu, karena anda telah melalui jalan yang berbelok.
Ini adalah suatu hikmah perjalanan.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
CIPTAKAN SUASANA JERNIH DAN MANIS DI BALIK
KEKERUHAN
Di balik suasana-suasana kekeruhan, hendaknya anda dapat menciptakan suasana
yang jernih dan manis. Dengan demikian, jernihnya kelezatan dan kenikmatan
hidup ini akan bertambah dan suasana-suasana yang keruhpun akan sirna.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
JADIKANLAH KETENANGAN BATIN DAN PEMUSATAN
JIWA SEBAGAI PEMBANTU ANDA MENANGANI PEKERJAAN PENTING.
Pusatkan perhatian anda kepada hal-hal yang bermanfaat, berbuatlah untuk
merealisasikannya, dan janganlah menoleh ke hal-hal yang membahayakan atau
merugikan, agar dengan itu anda dapat melupakan hal-hal yang menyebabkan
kegundahan dan kesedihan. Jadikanlah ketenangan batin dan pemusatan jiwa
sebagai pembantu anda untuk menangani pekerjaan-pekerjaan penting.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
SELESAIKAN PEKERJAAN TEPAT WAKTU
Di antara hal yang bermanfaat ialah menyelesaikan pekerjaan yang sedang
ditangani dan berkosentrasi menghadapi yang akan ditangani. Karena, jika
pekerjaan itu tidak anda selesaikan, akan tertumpuklah di depan anda sisa
pekerjaan yang lalu ditambah pekerjaan berikutnya, dan beban pun akan menjadi
berat. Maka, jika anda tentukan segala sesuatu tepat waktu, niscaya anda dapat
menghadapi hal-hal yang akan datang dengan pikiran yang optimal dan penanganan
yang optimal pula.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
PANDAI-PANDAILAH MEMILIH DAN MEMILAH
PEKERJAAN
Seyogiayanya anda memilih yang terpenting dari sekian pekerjaan yang
bermanfaat, lalu yang berikutnya dan berikutnya, sesuai urutan nilai
kepentingannya. Juga, hendaklah anda memilah mana yang dicenderungi dan sangat
diminati oleh hati anda. Karena, hal sebaliknya akan membuahkan kebosanan,
menurunnya semangat dan keruhnya pikiran. Jadikanlah pemikiran yang benar dan
bermusyawarah sebagai penolong anda untuk itu. Maka, tidak akan menyesal
seseorang yang meminta pendapat orang bijak.
Pelajarilah dengan cermat apa yang hendak anda lakukan. Jika anda telah yakin
akan kemaslahatan dan bertekad kuat untuk melakukannya, bertawaqallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawaqal.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
JANGAN TERPANCING EMOSI OLEH TUTUR KATA
BURUK SESEORANG YANG DIARAHKAN KEPADA ANDA
Diantara perkara yang bermanfaat adalah hendaknya anda mengerti, bahwa tindakan
menyakiti yang dilakukan orang kepada anda, khususnya dengan kata-kata yang
buruk, tidaklah membahayakan anda, bahkan justeru membahayakan diri mereka
sendiri. Kecuali, jika anda sibukkan diri anda untuk terus memikirkan tindakan
mereka yang menyakiti itu dan anda izinkan ia untuk menguasai perasaan dan
emosi anda. Maka, saat itulah akan membahayakan anda, sebagaimana membahayakan
mereka juga. Namun, jika anda anggap angin lalu, tidaklah hal itu membahayakan
anda sedikitpun.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
ARAHKAN PIKIRAN KE SESUATU YANG BERMANFAAT
DI SISI KEHIDUPAN RELIGI MAUPUN DUNIAWI.
Ketahuilah, bahwa hidup anda itu mengikuti alur pikiran anda. Jika
pikiran-pikiran anda itu mengarah kepada hal-hal yang bermanfaat bagi anda di
sisi kehidupan religi maupun duniawi, maka kehidupan anda adalah kehidupan yang
indah lagi bahagia. Namun, jika tidak demikian, maka yang terjadi adalah
sebaliknya.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
MENATA HATI UNTUK MENGHARAP PAHALA ILAHI
DALAM BERBUAT KEBAJIKAN.
Diantara sarana yang paling bermanfaat untuk mengusir kegundahan adalah
hendaknya anda menata hati untuk tidak meminta ucapan terima kasih atau imbalan
kecuali dari Allah. Jika anda berbuat baik untuk orang yang mempunyai atau yang
tidak mempunyai hak atas diri anda, sadarilah bahwa itu adalah hubungan
‘ubudiyyah anda dengan Allah. Karenanya, janganlah anda menaruh perhatian anda
pada balasan terima kasih orang yang anda beri suatu jasa atau pemberian itu.
Sebagaimana firman Allah dalam menceritakan sikap para hambaNya yang pilihan.
“Artinya : Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu hanyalah karena
mengharap wajah Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terima kasih” [Al-Insan : 9]
Prinsip ini lebih ditekankan dalam hubungan anda dengan keluarga, anak-anak dan
orang-orang yang jalinan ikatan anda dengan mereka kuat. Maka, jika anda
kuatkan hati anda untuk membuang jauh dari hati anda tindak buruk dari mereka,
berarti anda telah membuat orang tenteram (tidak terganggu anda) dan sekaligus
anda pun tenteram.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
KONSENTRASI UNTUK MENGHADAPI HARI INI
Diantara sarana yang dapat menangkis kesedihan dan keguncangan hati adalah
terputusnya pikiran sepenuhnya untuk memberikan perhatian kepada pekerjaan hari
ini yang sedang dihadapinya dan menghentikan pikiran dari menoleh jauh ke waktu
mendatang dari kesedihan menengok masa lampau. Karenanya, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari al-hamm (kegundahan)
dan al-huzn (kesedihan) [1]. Al-huzn adalah kesedihan terhadap perkara-perkara
yang telah lampau yang tidak mungkin diputar ulang ataupun di ralat. Sedangkan
al-hamm : adalah kegundahan yang terjadi disebabkan oleh rasa takut dan
khawatir terhadap sesuatu yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Jadi, hendaknya seorang hamba itu menjadi ‘putera harinya’ yakni ; menjadi
manusia terbaik dalam menyongsong harinya yang sedang dihadapinya dan sekaligus
mampu mengkonsentrasikan keseriusan dan kesungguhannya untuk memperbaiki hari
dan detik yang sedang dihadapinya itu. Karena, pemusatan hati untuk berbuat
demikian akan menuntutnya untuk mengoptimalkan pekerjaan, dan iapun dapat
terhibur dengannya dari kegundahan dan kesedihan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjatkan do’a atau mengajari umatnya
untuk mengamalkan suatu do’a, beliau menganjurkan –seiring memohon dan
mengharap pertolongan dan karunia Allah- agar mereka serius dan sungguh-sungguh
dalam melakukan apa yang menjadi sebab terwujudnya harapannya itu dan
menghindari apa yang menjadi sebab terhalangnya. Karena, do’a itu bergandeng
dengan perbuatan.
Maka seorang hamba harus bersungguh-sungguh untuk meraih apa yang bermanfaat
baginya dalam kehidupan religinya ataupun duniawinya dan memohon kepada Allah
keberhasilan maksud dan tujuannya, seiring memohon pertolongan kepadaNya untuk
itu, sebagaimana apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Artinya : Berupaya keraslah untuk mencapai apa yang bermanfaat bagimu dan
mohonlah pertolongan kepada Allah serta janganlah kamu lemah. Jika kamu
tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata : Andaikan aku berbuat demikian tentu
akan terjadi demikian dan demikian. Akan tetapi katakanlah : Allah telah
mentaqdirkan (ini). Allah melakukan apa yang dikehendakiNya. Karena, kata
“andaikan” membukakan pintu perbuatan syetan” [Hadits Riwayat Muslim dalam
shahihnya]
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memadukan antara dua
hal. Yaitu antara perintah berupaya keras untuk mencapai hal-hal yang
bermanfaat dalam berbagai kondisi, seiring memohon pertolongan kepada Allah
serta tidak tunduk mengalah kepada sikap lemah, yang ia adalah sikap malas yang
membahayakan, dan antara sikap pasrah kepada Allah dalam hal-hal yang telah
lampau dan telah terjadi seiring meniti dengan mata hati terhadap qadha’ dan
taqdir Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi segala kejadian dua bagian :
Bagian pertama : Adalah hal yang dimungkinkan seorang hamba berupaya meraihnya
atau meraih yang mungkin darinya, atau hal dimungkinkan ia menangkisnya atau
meringankannya. Disini seorang hamba harus memunculkan daya upaya seiring
memohon pertolongan kepada Allah, sesembahannya. Sedangkan.
Bagian kedua : Adalah hal yang tidak dimungkinkan ia melakukan itu semua. Di
sini seorang hamba harus tenang, ridha dan pasrah.
Tidak diragukan, bahwa berpedoman kepada prinsip ini dengan baik adalah
merupakan sarana menuju kesenangan hati dan hilangnya kegelisahan maupun
kegundahan.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 22-26, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabai
Jakarta]
_________
Foote Note.
[1] Yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
MASA BAHAGIA YANG PENDEK ITU, JANGANLAH
ENGKAU PENDEKKAN LAGI DENGAN KEGUNDAHAN KELARUTAN DALAM KEKERUHAN PIKIRAN.
Orang yang bijak mengetahui bahwa hidupnya yang sehat dan benar adalah hidup
yang penuh dengan kebahagiaan dan ketentraman, dan bahwasanya itu pendek
sekali. Maka, tidaklah sepatutnya ia memendekkannya lagi dengan kegundahan dan
kelarutan bersama kekeruhan pikiran. Karena, hal itu bertentangan dengan hidup
sehat dan benar. Maka orang yang bijak sangat menghemat hidupnya, jangan sampai
hari-harinya hilang begitu saja dirampas kegundahan dan kekeruhan pikiran.
Dalam hal ini tidak ada bedanya antara orang-orang yang taat dan orang yang
jahat. Hanya saja, dalam mewujudkan kehidupan sehat bahagia ini, orang mu’min
memiliki nilai lebih dan perolehan lebih di sisi manfaat duniawi maupun
ukhrawi.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
YAKINLAH, BAHWA COBAAN ITU KECIL DIBANDING
BESARNYA KARUNIA.
Demikian halnya, jika ia tertimpa atau khawatir tertimpa cobaan atau hal yang
tidak diinginkannya, seyogianya ia membandingkan ni’mat-ni’mat yang masih
melekat padanya, baik di sisi kehidupan religi atau duniawi, dengan
cobaan-cobaan yang menimpanya itu. Maka, saat membandingkan antara keduanya
itu, akan nyata betapa banyaknya ni’mat yang dirasakannya dan betapa kecilnya
cobaan yang menimpanya.
Begitu juga, seyogianya ia membandingkan bahaya yang dikhawatiri akan
terjadinya itu dengan banyaknya peluang kemungkinan terhindar darinya. Maka,
janganlah ia membiarkan kemungkinan yang lemah tadi mengalahkan banyaknya
kemungkinan yang kuat itu. Dengan ini, akan sirnalah kegundahan dan
kekhawatirannya. Hendaknya ia pun memperhitungkan kemungkinan terbesar yang
dimungkinkan menimpanya. Lalu, ia kuatkan hatinya untuk menghadapinya kalaupun
terjadi, dan berupaya untuk mencegah yang belum terjadi dan menangkis atau
meringankan cobaan yang terjadi.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
MELUPAKAN COBAAN YANG TELAH LAMPAU
Diantara sarana penyebab lahirnya kegembiraan dan sirnanya berbagai kegundahan
dan keruwetan adalah berupaya keras menyingkirkan penyebab kegundahan itu dan
meraih berbagai sarana yang dapat membuahkan kegembiraan. Yaitu dengan
melupakan cobaan-cobaan yang telah lampau yang tidak mungkin diputar ulang, dan
menyadari bahwa kekalutan hati dan memikirkan hal itu adalah suatu tindakan
sia-sia dan tidak dibenarkan oleh akal yang sehat, dan bahwasanya memikirkan
hal yang semacam itu adalah suatu kebohongan dan kegilaan.
Jadi ia harus menekankan agar tidak memikirkan cobaan masa lalu itu. Juga agar
ia menekankan hatinya agar tidak gelisah atau guncang menghadapi masa yang akan
datang, yang dibayangkan akan menghadapi kemiskinan atau kekhawatiran atau
bayang-bayang masa depan buruk yang lain. Hendaknya ia mengetahui, bahwa segala
peristiwa dimasa mendatang, baik itu keberuntungan atau keburukan, harapan baik
atau derita, adalah tidak dapat diketahui, dan bahwasanya itu semua di tangan
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sedang ditangan hamba tiada lain
adalah usaha meraih keberuntungan dan menangkis keburukan di masa mendatang
itu. Disamping itu hendaknya seorang hamba mengetahui, jika ia memalingkan
pikirannya dari bayang-bayang kegelisahan masa depan dan bertawaqal kepada
Allah untuk membenahinya serta percaya penuh kepadaNya saat melakukan itu
semua, niscaya hatinya akan tenteram, kondisinya akan membaik dan akan sirnalah
kegundahan maupun keguncangannya itu.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua
Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 26-29, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad
bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
MEMANDANG RINGAN SEGALA COBAAN
Diantara sarana yang paling bermanfaat untuk sirnanya keguncangan dan
kegundahan manakala seorang hamba tertimpa aneka bencana adalah hendaknya ia
berupaya memandang dan menjadikannya ringan. Yaitu, dengan mengandaikan atau
membayangkan kemungkinan yang lebih buruk dari yang telah terjadi, dan ia
kuatkan hatinya dalam menghadapinya. Jika ia lakukan itu, hendaknya ia
berupaya, sejauh kemungkinanm untuk meringankan apa yang mungkin diringankan .
Maka, dengan penguatan hati dan upaya yang bermanfaat semacam ini akan
hilanglah kegelisahan dan kegundahannya, dan berganti menjadi upaya keras untuk
meraih berbagai hal yang bermanfaat dan menangkis berbagai madharat yang
menimpa hamba.
Lalu, jika ia terhampiri beberapa penyebab ketakutan, penyebab sakit, penyebab
kemiskinan dan ketaktercapainya aneka hal yang disenanginya, hendaklah
menghadapinya dengan tenang dan menguatkan hati dalam menanggung derita cobaan
akan meringankannya dan menghilangkan tekanannya. Terutama jika ia menyibukkan
dirinya untuk menangkis cobaan itu sebatas kemampuannya. Dengan itu, menyatulah
dalam dirinya tekad mengukuhkan batin seiring berupaya yang bermanfaat, yang
hal itu akan membuatnya tidak kalut oleh berbagai musibah. Ia tekan dirinya
agar memperbaharui kekuatannya untuk melawan berbagai cobaan dan bencana,
seiring bersandar dan percaya penuh kepada Allah. Tidak diragukan, bahwa
upaya-upaya ini memiliki manfaat yang sangat agung untuk terwujudnya suatu
kegembiraan dan kelapangan dada, di samping ia pun terus berharap pahala, baik
didunia maupun di akhirat. Hal ini sudah dicoba dan disaksikan keberhasilannya.
Bukti-bukti keberhasilannya bagi mereka yang telah mecobanya banyak sekali.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 29-35, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia
Jakarta]
JANGAN MUDAH TERGUNCANG OLEH BAYANGAN BURUK
Di antara terapi yang paling hebat untuk penyakit syaraf hati, bahkan juga
penyakit tubuh, adalah ketahanan dan kekuatan hati serta tidak mudah terguncang
atau larut oleh bayang-bayang atau khayalan-khayalan buruk yang dipengaruhi
oleh pikiran buruk. Karena, bila mana manusia takluk kepada khayalan-khayalan
buruk dan hatinya mudah larut oleh pengaruh-pengaruh emosional yang berupa :
rasa takut akan teridapnya penyakit atau semacamnya, mudah marah ataupun
terganggunya pikiran oleh hal-hal yang memedihkan perasaaannya, dan
membayangkan akan terjadinya bencana ataupun akan hilangnya segala yang
disenanginya, kegundahan, penyakit dalam maupun luar dan rusaknya syaraf, yang
hal itu mempunyai berbagai efek buruk, yang semua orang menyaksikan sendiri
bahayanya yang banyak.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 29-35, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia
Jakarta]
MEMOHON PEMBENAHAN ILAHI DALAM SEGALA URUSAN
Hal yang paling bermanfaat dalam meniti peristiwa di masa mendatang adalah
mengamalkan do’a yang diamalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Ya Allah, Perbaikilah kehidupan religiku, yang ia adalah benteng
bagi segala urusanku. Perbaikai urusan duniawiku yang padanya kehidupanku.
Perbaikilah akhiratku, yang kepadanya tempatku kembali. Jadikanlah hidup ini
sebagai lahan uapayaku menambah segala kebajikan, dan jadikanlah mati sebagai
titik henti bagiku dari segala keburukan” [Muslim, Shahih Muslim, Kitab
Adz-Dzikr Wad-Du’a wat-Taubah wal Istighfar, bab At-Ta’awwudz min Syarri Ma’
Amila wa Min Syarri Malam Ya’mal]
Juga do’a beliau.
“Artinya : Ya Allah, hanya RahmatMu jualah yang kuharap. Karenanya titipkan
diriku pada diriku walaupun sekejap mata, perbaikilah keadaanku seluruhnya
Tiada Tuhan Yang Haq disembah kecuali Engkau” [Hadits Riwayat Abu Dawud dengan
sanad Shahih] [1]
Jika bibir seorang hamba mengucapkan do’a ini –yang mengandung kebaikan masa
depan bagi nilai religinya maupun urusan duniawinya- dengan hati yang memusat
dan niat yang benar, seiring berupaya merealisasikan hal itu dengan berbuat,
niscaya Allah akan mewujudkan apa yang ia panjatkan dalam do’anya dan yang ia
harapkan serta yang ia upayakan itu menjadi realita, dan kegelisahannya pun
akan berubah menjadi kegembiraan dan kesukacitaan
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 26-29, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia
Jakarta]
_________
Foote Note
[1] Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Al-Fath
Ar-Rabbani Li Tartibi Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani, Kitab
Al-Adzkar Wad-Da’wat, bab Ma Yuqalu Fis-Shabah Wal Masa. Juga diriwayatkan oleh
Ibnu Hibban dan At-Thabrani, ia nyatakan sanadnya Hasan]
MEMPERBANYAK DZIKIR KEPADA ALLAH
Diantara sarana yang paling besar untuk kelapangan hati ialah memperbanyak
berdzikir kepada Allah. Berdzikir ini memiliki pengaruh yang mengagumkan bagi
kelapangan dan ketentraman hati dan hilangnya kegelisahan dan kegundahan. Allah
berfirman.
“Artinya : Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah, hati menjadi
tenteram’ [Ar-Ra’d : 28]
Maka, berdizikir kepada Allah memiliki pengaruh yang agung untuk mewujudkan
maksud ini, oleh sebab keistimewaan dzikir itu sendiri dan oleh sebab dianugrahkannya
balasan dan pahala bagi seorang hamba lantaran dzikirnya itu.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 22-26, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia
Jakarta]
MENSYUKURI BERBAGAI NI’MAT ALLAH
Begitu juga, menyebut-nyebut aneka ni’mat Allah yang zhahir maupun yang bathin
adalah diantara sarana menuju kelapangan dan ketentraman hati. Karena,
mengetahui dan menyebut-nyebut ni’mat itu menjadi salah satu sebab yang dengan
itu Allah menangkis kegelisahan dan kegundahan.
Seorang hamba dianjurkan untuk bersyukur. Syukur itu adalah tingkatan yang
paling tingggi dan paling luhur. Sampai-sampai sekalipun hamba itu dalam
keadaan mengalami derita kefakiran atau sakit ataupun cobaan lainnya, karena,
jika ni’mat-ni’mat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya –yang hal itu tidak
dapat dihitung- ia bandingkan dengan cobaan yang menimpanya, maka cobaan itu
bukanlah apa-apa dibanding ni’mat-ni’mat lain.
Bahkan jika Allah menguji seorang hamba dengan satu cobaan atau musibah, lalu
ia menunaikan kewajiban bersabar, ridha dan pasrah dalam mengarungi cobaan itu,
niscaya entenglah tekanan cobaan itu dan ringanlah bebannya. Disamping itu,
perenungan seorang hamba pada balasan dan pahala Ilahi dibalik cobaan itu dan
keberhambaannya kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban bersabar dan ridha,
semua itu akan dapat mengubah hal yang pahit menjadi manis. Dengan itu,
manisnya pahala di balik cobaan itu justeru akan membuatnya melupakan pahitnya
bersabar karenanya.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 22-26, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia
Jakarta]
MENYIBUKKAN DIRI DENGAN MELAKUKAN SUATU
PEKERJAAN ATAU MENGKAJI SUATU ILMU YANG BERMANFAAT
Diantara sarana untuk menangkis kegelisahan yang ditimbulkan oleh ketegangan
saraf dan kekalutan hati karena beberapa hal yang mengeruhkan pikiran adalah :
Menyibukkan diri dengan melakukan suatu perkejaan atau mengkaji suatu ilmu yang
bermanfaat.
Hal ini dapat membuat hati melupakan kekalutan dengan melupakan hal-hal yang
mengguncangkannya itu. Bisa jadi ia, karenanya, dapat melupakan beberapa
penyebab yang telah membuatnya gundah dan sedih. Dengan demikian jiwanya senang
dan kesemangatannya tumbuh dan bertambah. Sarana ini pun bagi mu’min dan selain
mu’min adalah sama. Hanya saja, orang mum’min berbeda dan unggul karena iman,
keikhlasan dan keberharapannya kepada pahala Ilahi melalui ilmu yang dipelajari
dan diajarkannya dan melalui perbuatan baik yang dikerjakannya. Jika perkerjaan
itu berupa ibadah, maka ia melakukannya dengan semestinya sebagai ibadah. Jika
pekerjaan itu berupa kesibukan kerja dalam urusan duniawi atau aktivitas
keseharian yang bersifat duniawi, maka ia sisipkan pada pekerjaan itu niat yang
benar dan tujuan agar pekerjaan itu menjadi penolong baginya untuk melakukan
ketaatan kepada Allah. Hal ini memiliki pengaruh yang efektif untuk menangkis
kegundahan, kesedihan dan kesusahan.
Berapa banyak orang yang terkena keguncangan dan kekalutan batin, lalu
terjangkiti berbagai penyakit. Ternyata terapinya yang manjur adalah ‘melupakan
penyebab yang membuat jiwanya kalut dan guncang, dan menyibukkan diri dengan
suatu pekerjaan dari berbagai tugasnya’. Seyogianya kesibukan yang ditanganinya
itu adalah hal-hal yang disenangi dan digandrungi jiwa. Karena, hal itu lebih
mengacu untuk terwujudnya tujuan yang bermanfaat itu. Wallahu A’lam.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 22-26, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad
bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabai Jakarta]
PANDANGLAH KEBAWAH, ANDA AKAN MELIHAT
BESARNYA NI’MAT ALLAH.
Di antara sarana yang paling bermanfaat dalam hal ini
adalah menerapkan yang dibimbingkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di
dalam hadits shahih, beliau bersabda.
“Artinya : Pandanglah orang yang lebih bawah darimu (dalam hal materi), dan
jangan kamu pandang orang yang lebih atas darimu. Hal itu lebih cocok bagimu,
agar kamu tidak merendahkan ni’mat Allah yang dikaruniakanNya kepadamu”.
Seorang hamba jika memusatkan perhatiannya pada ajaran nabawi yang agung ini,
maka ia akan melihat dirinya mengungguli orang banyak dalam hal kesejahteraan
dan rezki serta rentetan kenikmatan lain berkat kedua karunia itu, meski ia
dalam kondisi apapun. Dengan itu sirnalah keguncangan, kegundahan dan
keruwetannya, dan bertambahlan kegembiraan dan kesukaannya terhadap
ni’mat-ni’mat Allah, yang ia dalam hal ini mengungguli orang-orang yang lain
dibawahnya.
Setiap kali seorang hamba merenungi ni’mat-ni’mat Allah yang zhahir maupun yang
batin, baik itu dari sisi kehidupan religi maupun duniawinya, ia akan melihat
Allah Tuhannya telah mengarunianinya karunia yang banyak dan telah menangkis
untuknya berbagai keburukan. Tidak diragukan, bahwa hal itu dapat menangkis
kegundahan dan keruwetan, disamping membuahkan kegembiraan dan kesukacitaan.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 26-29, Penerjemah Rahmat Al-Arifin
Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia
Jakarta]
PERCAYA PENUH KEPADA ALLAH, TIDAK TAKLUK
KEPADA BAYANGAN BURUK
Jika hati seseorang bersandar dan bertawaqal kepada Allah, tidak takluk kepada
bayang-bayang buruk dan tidak pula dikuasai oleh khayalan-khayalan buruk,
sedang ia percaya penuh kepada Allah dan mendambakan karuniaNya, maka dengan
itu segala kegelisahan dan kegundahan akan tertangkis, sejumlah penyakit luar
maupun dalam akan hilang darinya, dan akan tercipta di hatinya kekuatan,
kelapangan dan kegembiraan yang tak mungkin terungkapkan olah kata.
Berapa banyak rumah sakit dipenuhi oleh penderita akibat bayang-bayang dan
khayalan-khayalan rusak. Berapa banyak hal ini meninggalkan efek buruk di hati
kebanyakan orang yang kuat, lebih-lebih yang lemah. Berapa banyak ia
mengakibatkan kedunguan dan sakit jiwa.
Orang yang sejahtera lahir dan batin adalah orang yang dapat disejahterakan dan
dikarunia taufiq oleh Allah untuk dapat menekan jiwanya dalam rangka meraih
sarana-sarana yang bermanfaat lagi mampu mengukuhkan hatinya dan mengusir
keguncangan.
Allah berfirman.
“Artinya : Barangsiapa yang bertawaqal kepada Allah, niscaya Allah yang
mencukupinya” [Ath-Thalaq : 3]
Yakni mencukupi segala yang dibutuhkannya baik dalam kehidupan religinya
ataupun urusan duniawinya.
Maka orang yang bertawaqal kepada Allah, ia berhati kuat, tidak terpengaruh
oleh bayang-bayang buruk dan tidak pula terguncang oleh peristiwa-peristiwa
pahit. Karena, ia mengetahui bahwa yang demikian itu adalah tanda kelemahan
jiwa dan kekalahan serta ketakutan yang tidak ada wujudnya yang nyata. Ia
mengetahui, di samping itu, bahwa Allah telah menjamin orang yang bertawaqal
kepadaNya untuk dicukupiNya dengan sempurna. Maka, iapun percaya penuh kepada
Allah, tenteram dan yakin dengan janjiNya. Dengan itu, sirnalah kegelisahan dan
keguncangannya. Kesulitan yang dihadapinya berganti menjadi kemudahan,
kesedihan berganti menjadi kegembiraan, dan rasa takut serta kekhawatirannya
berganti menjadi rasa aman dan tenteram. Kita memohon kepada Allah, semoga Dia
mengaruniai kita kesejahteraan, kekuatan dan keteguhan hati, dengan lantaran
tawaqal sepenuhnya kepadaNya, yang dengan itu Allah menjamin bagi orang-orang
yang bertawaqal segala kebaikan dan menangkis segala cobaan maupun marabahaya.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia
Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin
Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]
Categories:
23 Kiat Hidup Bahagia