Demikianlah di dalam Shahih Bukhari, digunakan kalimat “milik
saudaranya” tanpa kata yang menunjukkan keraguan. Di dalam Shahih Muslim
disebutkan “milik saudaranya atau tetangganya” dengan kata yang menunjukkan
keraguan.
Para ulama berkata bahwa “tidak beriman” yang dimaksudkan ialah
imannya tidak sempurna karena bila tidak dimaksudkan demikian, maka berarti
seseorang tidak memiliki iman sama sekali bila tidak mempunyai sifat seperti
itu. Maksud kalimat “mencintai milik saudaranya” adalah mencintai hal-hal
kebajikan atau hal yang mubah. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Nasa’i yang
berbunyi :
“Sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya seperti
mencintainya untuk dirinya sendiri”.
Abu ‘Amr bin Shalah berkata : “
Perbuatan semacam ini terkadang dianggap sulit sehingga tidak mungkin dilakukan
seseorang. Padahal tidak demikian, karena yang dimaksudkan ialah bahwa seseorang
imannya tidak sempurna sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sesama
muslim seperti mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri. Hal tersebut dapat
dilaksanakan dengan melakukan sesuatu hal yang baik bagi diriya, misalnya tidak
berdesak-desakkan di tempat ramai atau tidak mau mengurangi kenikmatan yang
menjadi milik orang lain. Hal-hal semacam itu sebenarnya gampang dilakukan oleh
orang yang berhati baik, tetapi sulit dilakukan orang yang berhati jahat”.
Semoga Allah memaafkan kami dan saudara kami semua.
Abu Zinad berkata :
“Secara tersurat Hadits ini menyatakan hak persaman, tetapi sebenarnya manusia
itu punya sifat mengutamakan dirinya, karena sifat manusia suka melebihkan
dirinya. Jika seseorang memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya
sendiri, maka ia merasa dirinya berada di bawah orang yang diperlakukannya
demikian. Bukankah sesungguhnya manusia itu senang haknya dipenuhi dan tidak
dizhalimi? Sesungguhnya iman yang dikatakan paling sempurna ketika seseorang
berlaku zhalim kepada orang lain atau ada hak orang lain pada dirinya, ia segera
menginsafi perbuatannya sekalipun hal itu berat dilakukan.
Diriwayatkan
bahwa Fudhail bin ‘Iyadz, berkata kepada Sufyan bin ‘Uyainah : “Jika anda
menginginkan orang lain menjadi baik seperti anda, mengapa anda tidak menasihati
orang itu karena Allah. Bagaimana lagi kalau anda menginginkan orang itu di
bawah anda?” (tentunya anda tidak akan menasihatinya).
Sebagian ulama
berpendapat : “Hadits ini mengandung makna bahwa seorang mukmin dengan mukmin
lainnya laksana satu tubuh. Oleh karena itu, ia harus mencintai saudaranya
sendiri sebagai tanda bahwa dua orang itu menyatu”.
Seperti tersebut pada
Hadits lain :
“Orang-orang mukmin laksana satu tubuh, bila satu dari
anggotanya sakit, maka seluruh tubuh turut mengeluh kesakitan dengan merasa
demam dan tidak bisa tidur malam hari”.
|